Skip to main content

MAKALAH ILMU KALAM

 

PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

Pembahasan teologi adalah  pembahasan dasar dari ajaran-ajaran suatu agama, orang yang ingin menyelami seluk beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang dianut dan diyakininya. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang berdasarkan pada landasan kuat, yang tidak akan mudah di ombang-ambingkan oleh peredaran zaman dan perubahan kepercayaan yang ada dalam masyarakat.

Teologi juga bisa diartikan kata tauhid mengandung arti Satu atau Esa dan keesaan dalam pandangan Islam, sebagai agama monotheisme, merupakan sifat yang terpenting di antara segala sifat-sifat Tuhan.

Dalam perkembangannya ilmu Tauhid juga bisa disebut sebagai Ilmu Kalam, yang mana arti kata kalam sendiri adalah kata-kata bisa diartikan sebagai Firman Allah dengan artian Firman Allah (Al-Qur’an) pernah menjadi pertentangan-pertentangan keras bagi umat Islam di abad ke Sembilan dan ke sepuluh Masehi, sehingga timbul penganiayaan dan pembunuhan terhadap sesama muslim waktu itu.Namun kalau maksud kalam adalah perkataan manusia, karena pada waktu itu para teolog Islam bersilat lidah dengan kata-kata dalam mempertahankan Hujjah pendapat dan pendirian masing-masing.

Dari sekian banyak aliran teologi  Islam di atas, yang menjadi fokus penulisan makalah ini adalah dua aliran teologi yang memiliki doktrin saling berseberangan, yaitu Jabariyyah dan Qadariyyah, dua aliran teologi yang mulai muncul pada masa akhir periode sahabat. Kedua aliran ini timbul sebagai akibat perdebatan panjang tentang kehendak Tuhan dan kehendak manusia. Sejauh mana kehendak Tuhan dalam menentukan perjalanan hidup manusia ? Apakah manusia memiliki kemerdekaan (free will) dalam mengatur hidupnya dan perbuatannya, ataukah sebaliknya, manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan.[1] Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan menjadi bagian inti dalam makalah ini.

B.    Rumusan Masalah

1.     Pengertian Aliran Jabariyah, Latar Belakang munculnya serta Pendapat-pendapatnya.

2.     Pengertian Aliran Qadariayah, Latar Belakang munculnya serta Pendapat-pendapatnya

C.    Tujuan Masalah

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan konstribusi keilmuwan tentang kelompok-kelompok dalam Islam terutama aliran Jabariyah dan Qodariyah.

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Aliran Jabariyah, Sejarah Kemunculannya dan Pendapat-pendapat

1.     Pengertian Al Jabariah

Kata Jabariyah diambil dari bahasa Arab yaitu Isim Masdar kata Jabara -Yajburujabron yang berarti "terpaksa". secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung pengertian memaksa, dari segi pendekatan kebahasaan, Jabariyah juga bisa berarti ‘keterpaksaan’ , artinya suatu paham bahwa manusia tidak dapat berikhtiar. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah fatalism atau predestination(segalanya ditentukan oleh Tuhan).[2]

Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah penolakan terhadap adanya perbuatan atau kekuatan untuk berbuat dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain segala yang dilakukan atau diperbuat oleh manusia  adalah perbuatan yang terpaksa (majbur).[3]

Dalam aliran ini paham keterpaksaan melaksanakan sesuatu bagi manusia sangat dominan, karena segala perbuatan manusia telah ditentukan semula oleh Tuhan.

Harun Nasution dalam bukunya”Teologi Islam” berpendapat bahwa Jabariyahadalah paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.[4]

Dari pengertian diatas dapat difahami bahwa aliran ini disebut Jabariyah karena menganut paham bahwa manusia melakukan tindakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa, karena segenap tindakan dan perbuatannya itu pada dasarnya telah ditentukan sedemikian rupa oleh Allah SWT sejak zaman azali.

 

2.     Sejarah Kelahiran Faham Jabariyah

Keadaan geografis dan sosial masyarakat arab sebelum Islam kelihatannya sudah mempengaruhi masyarakat Arab pada pembentukan image keJabariyyahan. Bangsa arab, yang pada waktu itu bersifat serba sederhana dan jauh dari pengetahuan, terpaksa menyesuaikan hidup mereka dengan suasana padang pasir, dengan panasnya yang terik serta tanah dan gunungnya yang gundul. Dalam dunia yang demikian, mereka tidak banyak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Mereka merasa dirinya lemah dan tak berkuasa dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup yang ditimbulkan suasana padang pasir.

Dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak tergantung pada kehendak alam/Natur, sehingga membawa mereka pada sikap pesimistis dan pasrah dengan apa yang sudah terjadi dan yang sudah digariskan oleh alam.

Selain faktor geografis, semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam juga turut melatarbelakangi kemunculan faham Jabariyyah dan Qadariyyah. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya persentuhan ajaran Islam denga budaya-budaya lain seperti Yunani, Persi dan Romawi yang ada di wilayah kekuasaan Islam (Dinasti Umayyah). Umat Islam mulai mengenal filsafat dan mempelajarinya dan selanjutnya muncul upaya menfilsafati ayat-ayat al-Qur’an yang nampaknya tidak sejalan, bahkan terlihat bertentangan, termasuk diantaranya ialah ayat-ayat yang membicarakan tentang perbuatan manusia. Apakah manusia berbuat secara terpaksa ataukah memiliki kebebasan untuk berbuat.

Kaum Jabariyah diduga lebih dahulu muncul dibandingkan dengan kaum Qadariyah, karena Jabariyah nampaknya sudah dapat diketahui secara jelas ketika Mu’awiyah Ibn Ali Sofyan (621 H) menulis surat kepada al Mughirah ibn Syu’bah (salah seorang sahabat Nabi) tentang doa yang selalu dibaca Nabi, lalu Syu’bah menjawab bahwa doa yang selalu dibaca setiap selesai shalat adalah yang artinya sebagai berikut :

Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu baginya, Ya Allah tidak ada sesuatu yang dapat menahan apa-apa yang Engkau telah berikan, tidak berguna kesungguhan semuanya bersumber dariMu ” (H.R Bukahri)

Ada dua tokoh di dalam paham Jabariyah sebagai pencetus dan penyebar aliran ini : Ja’ad Ibn Dirham (wafat 124 H) di Zandaq, dikenal sebagai pencetus paham Jabariyah. Selanjutnya paham ini disebarluaskan oleh Jahm ibn Shafwan yang dalam perkembangannya paham Jabariyah menjadi terkenal dengan nama Jahmiyah.

Jahm Ibn Shafwan pada mulanya dikenal sebagai seorang budak yang telah di merdekakan dari Khurasan dan bermukim di Kufah (Iraq). Aliran ini lahir di Tirmiz (Iran Utara). Jahm ibn Shafwan terkenal sebagai seorang yang pintar berbicara sehingga pendapatnya mudah diterima oleh orang lain.

Perlu dicatat bahwa Jahm ibn Shafwan juga mempunyai hubungan kerja dengan al Harits ibn Suriah yakni sebagai sekretaris yang menentang kepemimpinan Bani Umayyah di Khurasan Perlawanan al Harits dapat dipatahkan, sehingga ia sendiri dijatuhi hukuman mati pada tahun 128 H/ 745 M. Sementara Jahm diperlakukan sebagai tawanan yang pada akhirnya juga dihukum mati/dibunuh. Pembunuhan pada dirinya bukan karena motif mengembangkan paham Jabariyah, tetapi karena keterikatannya dangan pemberontakan melawan pemerintahan Bani Umayyah bersama dengan al Harits.

Pembunuhan Jahm Ibn Shafwan kurang lebih dua tahun setelah kematian al Harits yakni pada 747 M, yang pada saat itu pemerintah Bani Umayyah dipimpin oleh Khalifah Marwan bin Muhammad (744 – 750 M).

3.     Pendapat/Doktrin Jabariyah

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang kepastian lahirnya aliran Jabariyah berikut adalah pendapat /doktrin jabariyah:

1.     Qudrat dan Iradat Manusia

Aliran Jabariyah berpendapat bahwa Kemampuan/daya berbuat atau berkehendak  yang dimiliki oleh manusia adalah Mutlak milik Allah semata, dalam artian manusia tidaklah mempunyai daya dan kemampuan dalam berbuat.Manusia hanyalah sebagai fasilitator saja, sedangkan Allah lah yang menggerakkan perbuatan manusia, manusia hanyalah menjadi objek dari kemampuan dan keinginan Allah, ibarat manusia adalah

laksana wayang yang digerkakan oleh dalang, yang dalam hal ini Allah lah dalangnya. Diantara nukilan dalil dalam Al-Qur’an adalah;  QS ash-Shaffat: 96 “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".

QS. Al-Qamar : 49Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.

2.      Sifat Allah

Pendapat mereka tentang sifat Allah adalah; tidaklah benar  mensifati Allah SWT dengan sifat-sifat yang terdapat pada makhluk-Nya. Ayat al-Qur'an yang menyebutkan Allah Maha mendengar, berbicara, melihat dan lain-lain, tidak difahami secara tekstual tetapi secara kontekstual. mereka juga peniadaan sifat Allah semisal hayyun (maha hidup), ‘alim(maha mengetahui) dan juga sifat-sifat lainnya yang menurutnya dapat menimbulkan tashbih(penyerupaan) Allah dengan makhluk-Nya.

3.     Surga dan Neraka

Surga dan Neraka serta aktifitasnya menurut mereka tidak kekal, meskipun banyak ayat yang menyatakan kekekalanya, surga dan neraka adalah ciptaan Allah maka mereka mengganggap semua ciptaan Allah tidak ada yang kekal, karena jika surga dan neraka kekal maka Allah tidak lagi Absolut kekekalanNYA.

4.      Iman dan Kufur

Iman dan Kufur yang menyertai manusia, adalah sebagai sarana Allah menunjukkan kekuasaan-Nya. Manusia tidak akan menjadi kafir meskipun ia ingkar terhadap Allah, dan sebaliknya

B.    Pengertian Aliran Qadariyah, Sejarah Kemunculan dan Doktrin-doktrinnya

1.     Pengertian Aliran Qadariah

Qadariyah berasal dari kata قدر-يقدر- قدرة yang berarti memutuskan dan memiliki kekuatan atau kemampuan dan kekuatan untuk melakukan sesuatu. Adapun pengertian qadariyah berdasarkan terminology adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan, artinya tanpa campur tangan Tuhan.Secara etimologi, Qadariyyah berasal dari kata qadara yang berarti mampu atau kuasa.[5]

Adapun menurut terminologi para teolog Islam, Qadariyyah berarti kelompok yang memiliki keyakinan bahwa manusia memiliki kemampuan atau kekuasaan (secara independen) dalam menentukan perbuatan-perbuatannya sendiri. Hal ini terlihat dalam pokok pikiran Qadariyah yang lebih menekankan pada kebebasan dan kekuatan manusia dalam menentukan atau mewujudkan perbuatan-perbuatannya tanpa ada campur tangan Tuhan.

Namun ada sebagian ahli sejarah  mempermasalahkan penyematan istilah ‘Qadariyyah ‘ untuk kelompok ini. Dalam pandangan mereka adalah janggal ketika istilah Qadariyyah itu disematkan pada orang yang mengingkari takdir. Berbagai pendapat pun dikemukakan oleh para ahli dalam rangka menjawab kejanggalan tersebut, diantaranya ialah pendapat yang mengatakan bahwa penamaan Qadariyyah itu sebenarnya merupakan penamaan yang diberikan oleh kelompok yang kontra terhadap keyakinan Qadariyyah. Sebab istilah Qadariyyah itu sendiri dalam diskursus teologi Islam mempunyai konotasi negatif berdasarkan sabda Rasul bahwa Qadariyyah merupakan Majusi umat Islam.

Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai isyarat menentang politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah kekuasaanya selalu mendapat tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin Marwan pengaruhQadariyah dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara saja, sebab dalam perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah itu tertampung dalam Muktazilah.

2.     Sejarah Kelahiran Aliran al Qadariah

Versi pertama dikemukakan oleh Ahmad Amin berdasarkan pendapat beberapa ahli teologi bahwa faham qadariyah ini pertama kali muncul sekitar tahun 70 H (689 M). Ajaran-ajaran Faham ini banyak persamaannya dengan ajaran Mu’tazilah. Mereka berpendapat sama tentang, misalnya, manusia mampu mewujudkan tindakan atau perbuatannya, Tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan manusia itu, dan mereka menolak segala sesuatu terjadi karena qada dan qadar Allah swt.

Tokoh utama Qadariyah ialah Ma’bad al Juhani dan Ghailan al Dimasyqi, kedua tokoh inilah yang pertama kali mempersoalkan tentang qadar. Semasa hidupnya, Ma’bad al Juhani berguru pada Hasan al Basri, sebagaimana Washil bin Atha’ ; tokoh pendiri Mu’tazilah, Jadi, Ma’bad termasuk tabi’in atau generasi kedua sesudah Nabi, Ma’bad juga seorang Tabi’in yang baik dalam kancah politk, ia memasuki lapangan politik dan memihak Abd al-Rahman Ibn al-Asy’as Gubernur Sajistan dalam menentang kekuasaan Banu Umayyah, dalam pertempuran tahun 80 H Ma’bad mati terbunuh, lalu penyebaran faham Qodariyah dilanjutkan oleh Ghailan al-Dimasyqi, Ghailan semula tinggal di Damaskus. Ia seorang ahli pidato sehingga banyak orang tertarik dengan kata-kata dan pendapatnya. Ayahnya menjadi maula (pembantu) Usman bin Affan. Menurut ahli sejarah dia sebenarnya adalah pemuka Murjiah dari golongan al-Salihiah.. jadi bisa dikatakan bahwa kemunculan Faham Qodariyah tidak lepas dari pandangan kelompok Murjiah dari golongan al-Salihiah.[6]

Ma’bad adalah seorang Tabi’in yang baik, ia memasuki lapangan politik dan memihak Abd al-Rahman Ibn al-Asy’as Gubernur Sajistan dalam menentang kekuasaan Banu Umayyah, dalam pertempuran tahun 80 H Ma’bad mati terbunuh, lalu penyebaran faham Qodariyah dilanjutkan oleh Ghailan al-Dimasyqi, dia sebenarnya adalah pemuka Murjiah dari golongan al-Salihiah.. jadi bisa dikatakan bahwa kemunculan Faham Qodariyah tidak lepas dari pandangan kelompok Murjiah dari golongan al-Salihiah.[7]

Ketika Ghailan menyiarkan faham Qodariyah di Damaskus dia mendapat tentangan dari khalifah Umar Ibn Abd al-Aziz sehingga dia menghentikan gerakan penyebarannya, namum setelah Umar Ibd Abd al-Aziz wafat  dia melanjutkan pergerakannya untuk menyebarkan faham Qodariyah sampai beliau di hukum mati oleh Hisyam Abd al-Malik 724-743 M (105-125 H). Mereka mengambil faham ini dari seorang Kristen yang bernama Abu Yunus Sansawaih yang masuk Islam di Irak dan kemudian menjadi kristen lagi.

Versi kedua, pendapat Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyun bahwa faham qadariyah ini pertama kali dimunculkan oleh seorang Kristen Irak yang bernama Susan yang masuk Islam kemudian kembali memeluk agama Kristen .

Versi ketiga dikemukakan oleh W. Montgomery Watt berdasarkan tulisan Hellmut Ritter yang ditulis dalam bahasa Jerman, menyebutkan bahwa faham qadariyah ditemukan dalam kitab Ar-Risalah karya Hasan Al-Basri. Namun versi ini menjadi perdebatan panjang bahwa Hasan Al-Basri seorang Qadariyah. Dalam kitab ini, dia menulis bahwa manusia berhak memilih mana yang baik dan buruk bagi dirinya.

3.     Ajaran-ajaran Qadariyah

Qodariyah berpendapat bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta termasuk manusia juga adalah ciptaan-Nya, Tuhan Maha Kuasa, Dia berkehendak atas segala sesuatu di dunia ini dan Kehendak Tuhan adalah Mutlak, di sinilah awal permasalahnnya, yaitu sampai dimanakah manusia sebagai ciptaan Tuhan, bergantung pada kehendak dan kekuasaan Mutlak Tuhan dalam menentukan kemauan atau perjalanan hidupnya, atau manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan saja.

Mereka juga berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan sendiri dalam menentukan perjalanan hidupnya, dan manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya, dengan kata lain manusia mempunyai Qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya sendiri,  bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada Qadar atau kehendak Tuhan. Pendapat faham Qadariyah ini dalam bahasa inggrisnya disebut denganFree will dan free act ( manusia dalam hidupnya bebas berkehendak dan bebas berkreasi) dalam ajarannya, aliran Qodariyah sangat menekankan posisi manusia yang amat menentukan dalam gerak laku dan perbuatannya, manusia dinilai mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya sendiri atau untuk tidak melaksanakan kehendaknya, bisa dikatakan dalam menentukan perbuatannya sendiri manusialah yang menentukan, tanpa ada campur tangan Tuhan.

Tidaklah sama pemahaman qodariyah dengan sifat Qudrat Allah karena qudrat Allah ini lebih ditujukan kepada upaya ma'rifat kepada Allah,  sedangkan qodariyah lebih dikhususkan kepada Qudrat yang dimiliki manusia. Qudrat yang dimiliki Allah adalah bersifat abadi, kekal, berada pada zat Allah, tunggal, tidak terbilang, dan berhubungan dengan segala yang dijadikan obyek kekuatan. Sedangkan qudrat manusia bersifat sementara, berproses, bertambah dan berkurang serta dapat hilang.

Selain Faham Qodariyah berbeda dengan faham tentang sifat Qudrat Allah, juga berbeda dengan konsep yang umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu faham takdir yang berpendapat bahwa nasib manusia telah ditentukan oleh Allah sejak zaman azali, dan dalam perbuatan-perbuatannya manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan oleh Tuhan terhadap dirinya.  

Dengan demikian takdir adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam istilah Alquran adalah sunnatullah.

Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya.

Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.

Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah. Manusia dalam demensi fisiknya tidak dapat bebruat lain, kecuali mengikuti hokum alam. Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip seperti ikan yang mampu berenang di lautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang seratus kilogram.

Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk menyandarkan perbuatan kepada Allah. Di antara dalil yang mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat Alquran yang berbicara dan mendukung paham itu :

Artinya: “Kerjakanlah apa yang kamu kehendaki sesungguhnya Ia melihat apa yang kamu perbuat”. (QS. Fush-Shilat : 40).

Dalam  QS,Al Rafd (13) ayat 11 yang artinya :

“Tuhan tidak akan merubah apa yng ada pada suatu bangsa, sehingga mereka merubah apa yang ada pada diri mereka”

Para penganut mazhab ini ada yang ekstrim, ada pula yang bersikap moderat. Jahm bin Shafwan termasuk orang yang ekstrim, sedangkan yang moderat antara lain adalah : Husain bin Najjar, Dhirar bin Amru, dan Hafaz al Fardi yang mengambil jalan tengah antara Jabariyah dan Qadariyah. Disebut jg dengan faham jabariyah al kasbu.

Menurut paham ini manusia tidak hanya bagaikan wayang yang digerakkan oleh dalang, tapi manusia telah mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatan-perbuatannya, dalam artian Tuhan dan manusia bekerja sama dalam melakukan perbuatan-perbuatannya, dan manusia bukan lagi dipaksa dalam melakukan perbuatannya.. Pandangan tersebut didasarkan pada beberapa ayat dalam al Qur’an, seperti QS. Al Anfal yang terjemahnya :“Tidak ada bencana yang menimpa bumi dan diri kamu, kecuali telah ditentukan di dalam buku sebelum kamu wujud

Surat al anfal ayat 17“ Bukanlah engakau yng melempar ketika engaku melempar (musuh) tetapi Allah lah yng melempar mereka’’

 


 

SIMPULAN

Dari bahasan diatas dapat disimpulkan bahwa faham Qodariyah dan Jabariyah memang berbeda dalam beberapa hal, beberapa perbedaan mendasar terhadap berbagai permasalahan teologi yang berkembang diantara kedua aliran ini diantaranya adalah Qadariyah meyakini bahwa Allah tidak ikut campur dalam kehidupan manusia sehingga manusia memiliki wewenang penuh dalam menentukan hidupnya dan dalam menentukan sikap.

Sementara Jabariyah meyakini bahwa segala perbuatan manusia telah diatur dan dipaksa oleh Allah sehingga manusia tidak memiliki kemampuan dan kehendak dalam hidup, sementara

Qadariyah menyatakan bahwa manusia yang berbuat baik akan mendapat surga, sementara yang berbuat jahat akan mendapat ganjaran di neraka, kedua keputusan itu merupakan konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan manusia berdasarkan kehendak dan pilihannya sendiri.

Jabariyah menyatakan bahwa surga dan neraka tidak kekal, setiap manusia pasti merasakan surga dan neraka, setelah itu keduanya akan lenyap.Takdir menurut kaum Qadariyah merupakan ketentuan Allah terhadap alam semesta sejak zaman azali, manusia menyesuaikan terhadap alam semesta melalui upaya dan pemikirannya yang tercermin dalam kreatifitasnya.Takdir dalam pandangan kaum jabariyah memiliki makna bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dan digariskan Allah SWT, sehingga tidak ada pilihan bagi manusia.

DAFTAR PUSTAKA

A.W. Munawwir, Kamus al-Muanawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997)

Abudin Nata, Ilmu kalam,Filsafat dan Tasawwuf (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1995)

Abudin Nata, Ilmu kalam,Filsafat dan Tasawwuf (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1995)

Harun Nasution. Teologi Islam: Aliran-aliran sejarah Analisa Perbandingan. (Jakarta: UI-Press, 1986)

Rosihan Anwar. Ilmu Kalam. (Bandung: Pustaka Setia, 2006)

 

 

 

 

 



[1] Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,  (Jakarta: UI Press, 2010).hlm.33

[2] Abudin Nata, Ilmu kalam,Filsafat dan Tasawwuf (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 40

[3] Rosihan Anwar. Ilmu Kalam. (Bandung: Pustaka Setia, 2006),hlm. 63

[4] Harun Nasution. Teologi Islam: Aliran-aliran sejarah Analisa Perbandingan. (Jakarta: UI-Press, 1986), hlm.31

[5] A.W. Munawwir, Kamus al-Muanawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hlm.1095.

[6] Abudin Nata, Ilmu kalam,Filsafat dan Tasawwuf (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 37

[7] Ibid,hlm.38

Comments

Popular posts from this blog

SEJARAH KERAJAAN SAMBAS    1.ASAL MULA SAMBAS Kesultanan Sambas sebuah Negeri berpenduduk mayoritas Etnis Melayu,dengan luas 20.940 km² ,bandingkan dengan kesultanan Brunai (5.765 km²). Pada tahun 1915 Negeri Sambas berpenduduk 130.000 jiwa,yang terdiri dari berbagai etnis atau suku kaum : -Orang Eropa 100 jiwa -Suku Dayak 26.000 jiwa -Orang Arab dan Timur asing lainya 270 jiwa -Cina (tionghoa) 30.000 jiwa -Melayu Jawa dan Bugis 67.000 jiwa Pada tahun 1988  Sambas berpenduduk 895.900 jiwa,dan merupakan sebuah kabupaten dibawah kedaulatan NKRI. Pada masa pemerintahan Sultan Muhhammad Syafi’uddin I yang dinobatkan pada tanggal 10 Zulhijjah hari Senin tahun 1040 H(9 Juli 1631 M ).nama Sambas sudah dipergunakan dan telah dipergunakan jauh sebelum itu GAMBAR 1. GERBANG DEPAN ISTANA SAMBAS Di era kerajaan Majapahit dizaman kekuasaan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada,kerajaan Sambas disebut sebut sebagai satu kerajaan di Borneo yang berada dibawah ke...

MAIN GULI

Istilah Dalam "Main Guli / Pal" Ini Mengingatkan Kita Akan Masa Lalu. Baca Istilah Dalam Main Guli Disini. Sambas Post- Istilah dalam permainan guli ini ditulis oleh Riecko Ananda ( pengguna facebook ). Seperti apa istilahnya, yuk kita simak. Check it out. Istilah dalam permainan kelereng ( Maing Pal/Maing Gulli ) dalam Bahasa Melayu Sambas. 1. Bah Pal/buah Pal atau Gulli ( kelereng/guli/gundu ). 2. Ninting/Nujju ( membidik kelereng lawan ). 3. Maccut/Simaccut ( membidik kelereng lawan dengan keras/kuat). 4. Nyumbat ( tepat pada sasaran ). 5. Ngintis ( bidikan mengenai sedikit sisi samping/atas kelereng lawan ). 6. Nginnal ( kelereng berputar ). 7. Tumbi' ( kelereng pada posisi teratas ). 8. Nguncang ( menempatkan posisi kelereng percis berdekatan dengan yang diinginkan ). 9. Efekkan ( jarak antara kelereng lawan hanya sejengkal ) 10. Kuccu' ( kebanggaan/kelereng yang menjadi kebanggan yang selalu dipakai dalam setiap permainan ). 11. Lansut ( membidik dengan keras...

makalah komunikasi lintas budaya

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang             Peristiwa-peristiwa perubahan kebudayaan selalu melanda semua bangsa dan negara di dunia, walaupun luas permasalahan dan tingkat permasalahan itu berbeda-beda             Secara umum  ada dua kekuatan   yang   menyebabkan timbulnya  perubahan sosial, hal yang pertama adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat.Hal kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact) secara langsung maupun  persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan merekaSeberapa c...

makalah peta dakwah

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang                         Secara perlahan namun pasti, umat manusia menjalin hubungan mesra satu sama lain melalui perantaraan kecanggihan teknologi komunikasi. Sementara politik dan ekonomi secara kasat mata biasanya senantiasa mempertahankan berbagai ’jurang pertentangan’ di antara manusia. Inilah salah satu bentuk dari keajaiban peradaban kontemporer, dimana manusia dapat saling berbagi cerita dari ujung bumi yang satu ke ujung bumi lainnya dalam suatu hitungan sepersekian detik.                         Globalisasi menuntut pengintegrasian seluruh aspek kehidupan manusia di dunia, baik di bidang ekonomi, politik, social dan budaya. Globalisasi sejatinya adalah anak kandung dari kapitalisme. Kapit...

MAKALAH SEJARAH AGAMA KHONGHUCU DI INDONESIA

  PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Agama di dunia ada bermacam-macam yang diturunkan oleh Tuhan sehingga orang bebas memilih mana yang di anut dan di yakininya dan di anggap paling benar, salah satunya adalah agama kong hu cu tetapi sebenarnya khonghucu bukan salah satu agama, tetapi filsafat. Tapi sebagian orang berpendapat bahwa kong hu cu adalah suatu agama. Diantaranya orang tionghoa mereka mempercayai bahwa kong hu cu adalah suatu agama. Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Cu (juga: Kong Fu Tze atau Konfusius ) dalam bahasa Tionghoa , istilah aslinya adalah Rujiao yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Khonghucu memang bukanlah pencipta agama ini melainkan dia hanya menyempurnakan agama yang sudah ada jauh sebelum kelahirannya seperti apa yang dia sabdakan: "Aku bukanlah pencipta melainkan Aku suka akan ajaran-ajaran kuno tersebut". Meskipun orang kadang mengira bahwa Khonghucu adalah merupakan suatu ...

psikologi dakwah

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang             Dalam masyarakat modern, kedudukan dan peran psikologi dapat dikatakan sebagai sarana efektif berhasil tidaknya tujuan yang diharapkan, baik secara individu maupun secara kelompok, sebab psikologi memberikan suatu petunjuk yang berdasarkan berbagai macam teori tentang bagaimana seharusnya manusia berbuat untuk dirinya ataupun untuk masyarakat.             Di samping itu, psikologi memberikan pula cara-cara bagaimana yang lebih tepat dalam pemecahan masalah-masalah kemanusiaan, baik ia sebagai individu atau sebagai kelompok masyarakat, begitu pula dapat diterapkan dalam masalah agama, khususnya sebagai acuan metodologi dakwah, merupakan suatu yang tidak dapat ditinggalkan.             Dari segi psikologi bahwa dakwah dalam prosesnya dipandang seb...

MAKALAH MEMAHAMI AUDIENS DALAM KOMUNIKASI MASSA

  MEMAHAMI AUDIENS DALAM KOMUNIKASI MASSA A. Latar Belakang Kata audiens menjadi mengemuka ketika diidentikan dengan “receivers” dalam model proses komunikasi massa (source, channel, message, receiver, effect) yang dikemukakan oleh Wilbur Schramm (1955). Audiens adalah sekumpulan orang yang menjadi pembaca, pendengar, dan pemirsa berbagai media atau komponen beserta isinya, seperti pendengar radio atau penonton televisi. Dengan demikian Audiens dapat didefinisikan dalam beberapa aspek: aspek lokasi (seperti dalam kasus media lokal); aspek personal (seperti ketika media dicirikan dengan mengacu pada kelompok usia tertentu, jenis kelamin, keyakinan politik atau pendapatan); aspek jenis media yang dipakai (teknologi dan organisasi gabungan); aspek isi pesan (genre, materi pelajaran, gaya); aspek waktu ('primetime' dan ‘primetime’, penonton dan juga lama menonton). Sebelum media massa ada, audiens adalah sekumpulan penonton drama, permainan dan tontonan. Setelah ada kegiata...

MAKALAH OPINI PUBLIK DALAM BINGKAI PSIKOLOGI KOMUNIKASI

  OPINI PUBLIK DALAM BINGKAI PSIKOLOGI KOMUNIKASI A. Latar Belakang Opini adalah ekspresi atau pendapat seseorang atas suatu masalah yang bersifat kontroversial. Publik adalah kelompok yang tidak merupakan kesatuan,tetapi mereka melakukan interaksi secara tidak langsung melalui alat-alat komunikasi. Alat- alat komunikasi yang digunakan seperti,surat kabar,radio, televisi, ataupun pembicaraan-pembicaraan pribadi yang berantai, sehingga secara umum , opini publik dapat di artikan sebagai pendapat sekelompok orang tentang sesuatu hal yang bersifat kontroversial dan menyangkut kepentingan umum. Pembentukan opini publik sangatv bergantung pada proses komunikasi. Masyarakat memperoleh pengetahuan atau informasi tentang persoalan yang terjadi di masyarakat melalui proses komunikasi. B. Rumusan Masalah 1. Memahami pengertian opini publik ? 2. Memahami proses pembentukan opini publik 3. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi opini publik ?        ...

makalah retorika dakwah

Pengertian Da’i Secara Pribadi A.   Latar Belakang        Peran da’I sebagai tokoh masyarakat dalam pembangunan sangat penting, karena posisinya sebaga seorang “ opinion leader ” yaitu orang yang berpengaruh besar dalam mengambil keputusan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses yang bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam hal ini adalah kesejahteraan untuk individu maupun kelompok.        Dalam lingkungan masyarakat, dibutuhkan peran da‘i   atau tokoh informal yang harus berperan untuk merangkul dan memberikan pemahaman keagamaan terhadap perubahan social masyarakat di desa tersebut. Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang Peran Da‘I Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat.        Keberhasilan dakwah akan sangat bergantung kepada bagaimana da’i tersebut berdakwah. Tidak hanya penguasaan materi yang diluar kep...