SEJARAH
PERADABAN ISLAM DI ASIA TENGGARA
A. Latar
Belakang
Umat
Islam merupakan penduduk mayoritas Asia Tenggara, menurut para ahli, islamisasi
di kawasan ini berlangsung secara damai dan melalui proses panjang yang masih terus
berlangsung sampai sekarang. Tidak banyak terjadi penaklukan secara
militer, pergolakan politik, atau pemaksaan struktur kekuasaan dan norma-norma
masyarakat dari luar negeri. Karena itu, tidaklah mudah untuk menjawab
pertanyaan bilamana, mengapa, dariman dan dalam bentuk apa Islam mulai
menimbulkan dampak pada masyarakat-masyarakat Asia Tenggara untuk pertama
kalinya. Sesungguhnya, kini kita mulai menyadari bahwa proses Islamisasi ini
mungkin tidak mempunyai awal yang pasti, juga tidak berakhir. Islamisasi
kawasan ini lebih merupakan suatu proses sinambung yang selain mempengaruhi
masa kini, juga masa depan kita.
Selanjutnya
kita dapat memperluas kompleksitas agama di kawasan ini melalui pengamatan
bahwa Islam bukanlah agama besar pertama yang tumbuh subur di lahan subur Asia
Tenggara. Sejarah agama di kawasan ini sendiri kompleks. Pertama Hindu,
kemudian Budha, Islam dan belakangan Kristen, menawarkan model-model yang telah
membentuk matriks budaya-agama pribumi selama ribuan tahun.[1]
Dalam
perspektif historis, studi atau kajian Islam di Asia Tenggara mengandung
kompleksitas tersendiri. Harus diakui secara historis, studi-studi tentang
Islam di Asia Tenggara sampai waktu-waktu belakangan lebih banyak dilakukan
kalangan asing daripada sarjana pribumi. Bahkan, terdapat kesan kuat bahwa
studi-studi yang meletakkan paradigma teoritis tentang Islam di Asia Tenggara
hampir semua ditulis sarjana luar, walaupun pandangan mereka belum tentu
sepenuhnya akurat.[2]
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Sejarah Islam di Asia Tenggara ?
b Bagaimana Kemajuan Agama Islam di Asia
Tenggara ?
c. Bagaimana
Modernisasi Islam di Asia Tenggara ?
C. Sejarah Islam di Asia Tenggara
Sejarah Islam di Asia Tenggara, khususnya pada masa awal,
luar biasa galau dan rumit. Kegalauan dan kerumitan itu bukan hanya disebabkan
oleh kompleksitas di sekitar sosok islam itu sendiri sebagaimana direfleksikan
oleh kaum muslimin di kawasan ini, baik melalui historiografi dan
pengkajian-pengkajian sejarah Islam dengan berbagai aspeknya di Asia Tenggara
yang dilakukan kalangan sejarawan asing maupun pribumi. Mereka pun hingga kini
belum mampu merumuskan suatu paradigma historis yang dapat dijadikan pegangan
bersama. Terdapat perbedaan-perbedaan dasar di kalangan para ahli dalam
mengkaji Islam di Asia Tenggara, yang kadang-kadang sulit dipertemukan satu
sama lain.
Di kalangan masyarakat pribumi
sebenarnya tidak kurang pula terdapat historiografi berupa hikayat, silsilah,
babad, cerita, syair dan lain-lain yang mengungkapkan perkembangan awal Islam
diberbagai kawasan Asia tenggara. Namun, para ahli seperti John menilai bahwa
kebanyakan literatur melayu seperti itu mempunyai nama yang
kurang baik, bukan hanya karena selintas tidak menarik, tetapi bahkan gayanya
sulit dijelaskan. Menurutnya, kategori-kategori barat semacam roman, balada,
dongeng, kronik (risalah) atau sejarah tidak cukup memadai untuk memberikan
kerangka yang jelas mengenai karya-karya melayu ini.[3]
Para pengembara atau wartawan Barat menulis tentang Asia
Tenggara, khususnya bukanlah para ahli. Mereka umumnya membuat catatan-catatan
berdasarkan kunjungan singkat dan kebanyakan mengamati dari daerah perkotaan,
sehingga mereka sebenarnya tidak banyak tahu tentang keadaan nyata penduduk
pedesaan, pola-pola sosial mereka dan lain-lainnya.[4]
Mengenai tempat asal datangnya Islam ke Asia Tenggara, sedikitnya ada tiga
teori besar:
1.Teori yang menyatakan bahwa Islam
datang langsung dari arab, atau tepatnya Hadramaut. Teori ini dikemukakan
Crawfurd (1820), Keyzer (1859), Niemann (1861), De Hollander (1861), dan Veth
(1878). Crawfurd menyatakan bahwa Islam datang langsung dari arab, meskipun ia
menyebut adanya hubungan dengan orang-orang “Mohammedan” di India Timur. Keyzer
beranggapan bahwa Islam datang dari Mesir yang bermazhab syafi’i, sama seperti
yang dianut kaum muslimin Nusantara umumnya. Teori ini juga dipegang oleh Niemann
dan De Hollander, tetapi dengan menyebut Hadramaut, bukan mesir, sebagai sumber
datangnya Islam, sebab muslim Hadramaut adalah pengikut mazhab syafi’i seperti
juga kaum muslimin Nusantara. Sedangkan Veth hanya menyebut “orang-orang arab”,
tanpa menunjuk asal mereka di Timur Tengah maupun kaitannya dengan Hadramaut,
Mesir atau India. Teori semacam ini juga diajukan Hamka dalam seminar “Sejarah
Masuknya Islam ke Indonesia” pada 1962. Menurutnya Islam ke Indonesia langsung
dari Arab bukan melalui India dan bukan pula pada abad ke-11 melainkan pada abad pertama
Hijriyah atau 7 M.[5]
2.Teori yang
mengatakan bahwa Islam datang dari India, pertama kali dikemukakan oleh
Pijnapel tahun 1872. Berdasarkan terjemahan Prancis tentang catatan perjalanan
Sulaiman, Marco Polo, dan Ibnu Battuta, ia menyimpulkan bahwa orang-orang Arab
yang bermadzhab Syafi’i dari Gujarat dan Malabar di India yang membawa Islam ke
Asia Tenggara.
3.Teori Fatimi,
menyatakan bahwa Islam datang dari Benggali (kini Bangladesh). Islam muncul
pertama kali di Semenanjung Malaya, dari arah pantai timur, bukan dari barat
(Malaka) pada abad ke-11 melalui Kanton, Phanrang (Vietnam), Leran, dan
Trengganu. Beberapa ahli sejarawan menyatakan bahwa teori Fatimi ini tidak bisa
diterima, terutama karena penafsiranya atas prasasti yang ada dinilai merupakan
“perkiraan liar belaka”.[6]
Akhirnya
semua teori diatas jelaslah belum final. Meskipun telah banyak sejarahwan yang
menulis tentang masalah ini, kesempatan masih tetap terbuka bagi munculya
penafsiran-penafsiran baru berdasarkan penelitian atas sumber-sumber sejarah
yang ada berdasarkan penelitian dan penulisan lebih lanjut menyangkut sifat
penyebaran Islam di kawasan ini.
D. Kemajuan Islam di Asia Tenggara
Kedatangan
Islam sejak abad 7 sampai abad ke-12 di beberapa daerah Asia Tenggara dapat
dikatakan baru pada tahap pembentukan komunikasi Islam yang terutama terdiri
dari para pedagang. Abad ke-13 sampai abad ke-16, terutama dengan munculnya
kerajaaan bercorak Islam, merupakan kelanjutan dari penyebaran Islam. Perlu
dibedakan antara tahap kedatangan, penyebaran, dan pembentukan struktur
pemerintahan atau kerajaan. Ketiga tahap tersebut memerlukan waktu dan proses
yang panjang, tergantung pada situasi dan kondisi masyarakat yang dihadapi
Islam.
Apabila
gelombang pertama hanya menghasilkan komunitas Muslim yang terutama terdiri
dari pedagang Muslim dan penyebaran Islam yang sangat terbatas, pada gelombang
kedua, yang dimulai sejak abad ke-13, penyebaran Islam lebih mantab dan meluas.
Hal ini bisa dilihat dengan berdirinya kerajaan Islam. Kerajaan Islam pertama
di Asia Tenggara pada abad ke-13 di pesisir utara Aceh Utara, tepatnya di
daerah Lhokseomawe. Sejak kerajaan Samudera Pasai tumbuh dan berkembang, yang
umumnya diterima para ahli sejarah sebagai kerajaan Islam pertama di Asia
Tenggara yaitu sejak abad ke-13 sampai akhir abad ke-16, pelayaran dan
perdagangan antara Muslim dari Arab, Persia, Irak, India Selatan, dan Srilanka
semakin ramai. Mereka bukan hanya mendatangi ibukota kerajaan Samudera Pasai,
tetapi juga meneruskan pelayaran dan perdagangannya ke negeri-negeri lain di
kawasan Asia Tenggara.[7]
Dari sinilah Islam di Asia Tenggara memperlihatkan kemajuan dan
perkembangannya.
Telah
disepakati bahwa Islam pada mulanya mendapatkan kubu-kubu terkuatnya di kota
pelabuhan, seperti Samudra Pasai, Malaka, dan kota-kota pelabuhan lainya di
pesisir utara Jawa. Berangkat dari teori bahwa Islam pada dasarnya adalah urban
(perkotaan) dan bahwa peradaban Islam pada hakekatnya adalah (juga) urban. John
menyatakan bahwa proses Islamisasi di Nusantara bermula dari kota-kota
pelabuhan yang ada. Di perkotaan itu sendiri, Islam adalah fenomena istana.
Istana kerajaan menjadi pusat pengembangan intelektual Islam atas perlindungan
resmi penguasa, yang kemudian memunculkan tokoh-tokoh ulama’ intelektual
terkenal semacam Hamzah Fansuri, Shams al-Din Pasai, Nur al-Din al-Raniri, dan
‘Abd al-Ra’uf al-Singkili. Tokoh-totkoh ini mempunyai jaringan keilmuan yang
luas baik dalam maupun luar negeri, sehingga menunjang pengembangan Islam
dan gagasan mereka sendiri. Jaringan keilmuan semacam ini kemudian semakin
diperkuat dan diperkaya terutama sejak abad ke-17 oleh tarekat-tarekat tasawwuf
yang berkembang luas di Nusantara. Karakter organis yang inheren dalam jaringan
semacam ini memberikan momentum yang terus-menerus bagi pengembangan Islam.[8]
Selain itu,
kota sebagai pusat ekonomi mempunyai kemampuan untuk mendukung kegiatan yang
berkaitan dengan pengembangan Islam secara politik, lebih-lebih lagi secara
finansial. Relatif baiknya keadaan ekonomi perkotaan memungkinkan
terselenggaranya pembangunan masjid dan pusat-pusat pengajaran Islam,
kegiatan-kegiatan Islam, dan menimbulkan kemampuan untuk melakukan perjalanan
naik haji atau berkeliling dari satu tempat ke tempat lain guna menyampaikan
syiar Islam.[9]
a. Malaysia
Pada awalnya, Malaysia adalah
kerajaan federal di Asia Tenggara yang terletak di semananjung Malaka dan
sebagian Kalimantan Timur yang penduduknya mayoritas Islam dan konstitusi
sebagai agama resmi negara, sehigga syarit Islam ditegakan dengan baik dan
benar. Munculnya Islam di Malaysia berkat jasa para pedagang yang
mempunyai semangat yang tinggi dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam dari
Arab melalui Malaka.[10]
yang saat itu sebagai pusat perdagangan. Karena memang jalur perdagangan
merupakan salah satu media yang efektif dalam mengembangkan dan menyiarkan
ajaran Islam.
Malaysia dominan masyarakatnya
muslim, tampak kelihatan sangat heterogen terutama bila dilihat dari segi
etnis, suku dan ras mereka. Karena itu, di Malaysia dapat dijumpai sejumlah
kelompok masyarakat muslim Indo-Melayu, bahkan suku Bugis dan Makassar, banyak
di sana. Walaupun Malaysia sebagai salah satu negara yang masyarakatnya dominan
muslim, namun tentu masih saja menimbulkan pertanyaan mengenai tempat asal
datangnya Islam di sana dan bagaimana pola perkembangannya.
Di Malaysia penduduk Muslim
tidak lebih dari 55% dari seluruh jumlah penduduk. Meskipun tidak semua orang
Muslim adalah Melayu, secara konstitusional, orang Melayu mesti Muslim.Peranan Islam dalam politik
lebih kentara di Malaysia terutama di tahun 1980-an ini sekarang merupakan faktor krusial
baik di tingkat nasional maupun tingkat lokal. Partai Islam (PAS) menyatakan dalam kampanyenya untuk membentuk negara Islam. Partai ini
mendapat dukungan masyarakat yang cukup besar di negara-negara yang didominasi
oleh Muslim seperti Kelantan, Trengganu, Kedah, dan Perlis. United Malay
National Organization (UMNO) yang memimpin Front Nasional menikmati politik graduasi dan
memasukkan secara selektif nilai-nilai Islam ke dalam kebijakan pemerintah dan
menunjang tinggi konstitusi Malaysia sebagai keramat.
Kebijakan Front Nasional mengenai Islam muncul sebagian
karena keinginan untuk menyesuaikan dengan tumbuhnya harapan dari masyarakat
Muslim. Fenomena kebangkitan Islam di Malaysia terutama di tahun 1980-an, telah
merasuk. Kini dimana-mana terdapat tanda-tanda konformitas yang cukup besar
terhadap tata cara hidup Islam di Malaysia. Juga ada kegairahan yang
meningkat akan kajian-kajian Islam di kalangan kaum Muslim. [11]
b. Filipina
Sejarah masuknya Islam di Filipina
tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosio cultural wilayah tersebut sebelum
kedatangan Islam. Filipina adalah sebuah Negara kepulauan yang terdiri dari
7107 pulau dengan berbagai suku dan komunitas etnis. Sebelum kedatangan Islam,
Filipina adalah sebuah wilayah yang dikuasai oleh kerajaan-kerajaan. Islam
dapat masuk dan diterima dengan baik oleh penduduk setempat setidaknya karena
ajaran Islam dapat mengakomodasi berbagai tradisi yang telah mendarah daging di
hati mereka.
Para ahli sejarah menemukan bukti
abad ke-16 dan abad ke-17 dari sumber-sumber Spanyol tentang keyakinan agama
penduduk Asia Tenggara termasuk Luzon, yang merupakan bagian dari Negara
Filipina saat ini, sebelum kedatangan Islam. Sumber-sumber tersebut memberikan
penjelasan bahwa sistem keyakinan agama yang sangat dominan ketika Islam datang
pada abad ke-14 sarat dengan berbagai upacara pemujaan untuk orang yang sudah
meninggal. Hal ini jelas sekali tidak sejalan dengan ajaran Islam yang
menentang keras penyembahan berhala dan politeisme. Namun tampaknya Islam dapat
memperlihatkan kepada mereka bahwa agama ini memiliki cara tersendiri yang
menjamin arwah orang yang meninggal dunia berada dalam keadaan tenang, yang
ternyata dapat mereka terima.[12]
Di sisi lain, tidak dapat diragukan
lagi bahwa skala perdagangan Asia Tenggara mulai melesat sangat pesat pada
penghujung abad ke-14. Hasil dari perdagangan ini, kota-kota berkembang dengan
kecepatan sangat mencengangkan termasuk sepanjang wilayah pesisir kepulauan
Filipina. Para pedagang dari berbagai negeri bertemu dan menimbulkan adanya
pertukaran baik di bidang ilmu pengetahuan maupun agama. Di antara semua agama
besar di dunia, Islam barangkali yang paling serasi dengan dunia perdagangan.
Al-Qur’an maupun Al-Hadits sebagai sumber tertinggi dalam agama Islam banyak
memuji kepada pedagang yang dapat dipercaya.
Filipina adalah Negara kepulauan dengan 7107 buah pulau.
Penduduknya yang berjumlah 47 juta jiwa menggunakan 87 dialeg bahasa yang
berbeda-beda, yang mencerminkan banyaknya suku dan komunitas etnis. Islam telah
mempunyai sejarah yang panjang di Filipina, sejak zaman prakolonial, dan
masyarakat Muslim dibagian Selatan tercatat sebagai masyarakat yang mampu
mempertahankan diri dari penetrasi Spanyol selama 300 tahun.
Orang-orang Islam di Filipina menamakan diri mereka
Moro. Namun nama itu sebetulnya lebih bersifat politis, karena dalam
kenyataannya Moro terdiri dari banyak kelompok etnolinguistik, umpamanya
Maranao, Manguindanao, Tausug, Samal, Sangil. Kaum Muslim di Filipina yang
mendapat pendidikan sekular cenderung mudah menyatu dengan negara Filipina.
Sebaliknya mereka yang tidak mau menerima pendidikan sekular dan hanya
mendapatkan pendidikan agama secara tradisional, biasanya tidak menghendaki
integrasi dengan Filipina.[13]
c. Muangthai
Asia tenggara. Secara geografis,
kawasan asia tenggara merupakan Thailand merupakan salah satu negara diantara
negara negara di kawasan kawasan antara benua Australia dan daratan China,
daratan India sampai laut China. dengan begitu, thailand cukup mudah untuk
dijangkau para pelancong dari zaman ke zaman untuk mencari penghidupan maupun
penyebaran agama.
Umat islam memiki sejarah yang
panjang dalam kerajaan Thailand.hubunggan mereka dengan masyarakat Thailand
serta peran mereka dalam Negara dapat ditelusuri ke zaman Ayyuthaya.kedatangan
islam di negeri muangthai telah terasa pada kerajaan sukhothai di abad ketiga
belas,yang merupakan buah dari hubungan dagang yang di bangun oleh para sodagar
muslim
Sebelum berdirinya kerajaan Ayyuthaya sebagai
penganti kerajaan shukhothai setelah yang terakhir ini runtuh pada abad
keempat belas.islam telah memiliki kekuatan politik yang sangat
besar.perdagangan merupakan perintis proses islamisasi dan perkembangan politik
kerajaan-kerajaan maritime di wilayah kepulauan di abad kelima belas,enam
belas,dan tujuh belas.perdagangan juga pulalah yang merupakan factor dominant
yang mendekatkan islam dengan kerajaan ayyuthaya.
Mayoritas penduduk Thailand beragama
Budha, hanya sedikit yang beragama Islam dan Konghucu. Akan tetapi umat Islam
di Thailand merupakan minoritas yang berkembang cepat dan merupakan minoritas
terbesar setelah China, Seperti halnya kaum minoritas di negara-negara yang
lain, kawasan Thailand bagian selatan yaitu pattani,yala,naratiwat,dan
satul.juga termasuk bagian dari provinsi shongkala.seluruh provinsi ini dulunya
masuk wilayah kerajaan pattani pada abad ke-12,sebelum kerajaan shungkothai
berdiri yang merupakan basis masyarakat melayu-muslim.disebut dalam sejarah
bahwa kerajaan pattani merupakan salah satu Negara yang makmur dan berpengaruh
di asia tenggara .daerah ini merupakan wilayah muda di Negara Thailand,baik
secara politik maupun administratif .Islam masuk di Thailand diperkirakan pada
Abad ke-10 atau ke-11. di kawasan Thailand selatan atau tepatnya di daerah
Pattani. Islampun masuk ke daerah kerajaan Pattani melalui pedagang-pedagang
muslim dari Arab dan India karena daerah Pattani merupakan daerah yang maju dan
strategis untuk disinggahi. yang mana mereka disebut sebagai khek Islam
atau orang muslim. sebelum kerajaan Siam (Thailand) dibentuk. Karena pada
awalnya, Pattani merupakan daerah yang terpisah dari Siam (saat ini Thailand),
Pada mulanya, Pattani sendiri
merupakan kerajaan yang terletak di sebelah selatan Thailand dengan mayoritas
penduduk melayu yang dipimpin oleh penguasa muslim yang bernama Sulaiman.
dan Siam pada waktu itu berusaha untuk menguasai Pattani dengan mengirimkan
pasukannya berkali kali akan tetapi selalu gagal. Hingga pada pemerintahan
Sultan Muzhaffar, Pattani menuju zaman keemasannya sehinnga menarik ketamakan
Siam untuk kembali meguasaii Pattani dan akhirnya dapat menguasainya setelah
perang bertahun tahun.. pencaplokan yang dilakukan oleh kerajaan Thailand telah
melahirkan masalah utama mengenai minoritas muslim di Thailand.orang-orang
mslim patani yang di bawa ke Bangkok oleh tentara Thailand sebagai tawanan
perang pada awal perang pertama dan kedua.dan orang-orang inilah kemudian
menjadi bagian utama masyarakat islam di Thailand tengah dan sebahagian dari
merekat tetap memelihara budaya dan bahasa mereka.
Kelopok umat islam lainnya
berasal dari sebelah utara,yang dikenal sebagai orang cina Ho.meskipun
jumlahnya tidak banyak,mereka memiliki kontribusi yang sangat besar dalam
perdagangan khususnya di provinsi chiangmai.selain cina Ho,di utara juga terdapat
kelompok islam lain yang berasal dari ras India,atau pathan,yang juga bergerak
dalam bidang perdagangan.[2]
Dengan demikian,secara histories
kelompok masyarat muslim telah ada sejak berdirinya kerajaan Thailand dan
memiliki peran penting dalam masyarakat,pada perkembangan selanjutnya muangthai
dikenal secara luas.dengan periode prtumbuhan ekonomi yang sangat
tinggi,muangthai juga mengalami perkembangan yang sangat cepat di bidang ekonomi
sosial-budaya.
Dari sinilah permulaan pemberontakan
kaum muslim Pattani untuk melepaskan diri dari Thailand yang telah
menguasainya. Pasalnya, Siam bersikap keras dan menekan kaum minoritas
muslim dengan menyuruh mengganti nama nama mereka dengan nama Thailand serta
mengambi adat istiadatnya.
Pattani dalam keadaan sangat
tertekan. Khususnya pada pemerintahan Pibul Songgram (1939-44), orang Melayu
telah menjadi mangsa dasar asimilasi kebudayaan. Bahkan sampai saat inipun
masyarakat muslim minoritas Pattani Thailand menghadapi diskriminasi komplek
dan teror yang berlarut-larut. Sehingga kehidupan sosial maupun politik menjadi
sangat terbatas
Dari
jumlah penduduknya, Islam adalah agama kedua yang cukup penting di Muangthai.
Menurut gambaran resmi, masyarakat Muslim merupakan 4% dari seluruh penduduk
Muangthai yang kini mencapai 50 juta jiwa. Ada juga yang menunjukkan presentasi
yang lebih besar. Yang perlu dicatat adalah bahwa kaum Muslim merupakaan
kelompok minoritas dalam kerajaan. Meskipun jumlah kaum Muslim yang sangat
besar terkonsentrasi di empat propinsi bagian Selatan, yaitu Satun, Narathiwat,
Pattani, dan Yala, di mana mereka merupakan kelompok mayoritas, mereka juga
tersebar di seluruh kerajaan diseluruh kerajaaan di sekitar tiga puluh propinsi
lainnya. Di Muangthai terdapat 2000 buah masjid yang terdaftar, dan
jumlah masjid di ibukota Bangkok adalah dua kali lipat dari jumlah
seluruh masjid di Singapura.
Masyarakat
Muslim di Muangthai sebagian besar berlatar belakang pedesaan. Kebanyaan dari
mereka bekerja sebagai petani. Di daerah selatan, mereka kebanyakan bekerja
sebagai nelayan. Di Bangkok dan pusat perkotaan lainnya, sebagian besar kaum
Muslim bekerja sebagai pedagang, buruh, tukang, dan pegawai negeri.
Di
bidang
politik, persoalan masyarakat Muslim Melayu yang ingin memisahkan diri sangat
meresahkan Kerajaan. Gerakan pemberontakan kaum separatis Melayu Muslim
melahirkan sejumlah organisasi seperti Pattani United Liberration
Organitation (PULO), Barisan Nasional Pembebasan Pattani (BNPP),
Barisan Revolusi Nasional, serta sedikit kelompok sempalan lainnya
meskipun tidak efektif.
Dengan bangkitnya demokrasi di Muangthai tahun 1979,
partisipasi masyarakat Muslim-Melayu dalam sistem politik, sebagai warga
negara Muangthai dan bukan hanya sebagai Muslim –Melayu atau Muslim, telah
mulai tumbuh.Masyarakat
diberi kebebasan dalam menjalankan ibadah. Pemerintah menyediakan dana untuk
membantu mereka dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
keagamaan. Kaum Muslim juga diperbolehkan melaksanakan dakwah membentuk
organisasi dan mengelola penerbitan literatur keagamaan, yang sekarang sedang
tumbuh. Meskipun demikian kaum Muslim tidak bebas dari perpecahan.[14]
.
D. Modernisasi Islam di Asia Tenggara
Penyebaran dan
pengaruh pembaharuan Islam modern di Asia Tenggara sejak awal abad ke-20
dipelopori oleh gagasan pembaharuan Jamaluddin
Al-Afghani dan Muhammad Abduh menjadi lebih tersebar luas di seluruh Dunia
Islam, tatkala seorang murid Muhammad Abduh yang bernama Muhammad Rasyid Ridha
(1865–1935) menerbitkan majalah Al-Manar di Mesir. Majalah Al-Manar
inilah yang secara kongkrit menjabarkan ide-ide Jamaluddin al-Afghani dan
Muhammad Abduh, serta berpengaruh langsung kepada gerakan modernisme Islam di
Asia Tenggara pada awal abad ke-20.
Tidak diragukan
lagi bahwa media cetak merupakan perangkat yang instrumental dalam penyebaran
ide-ide kaum pembaru atau moderrnis di Asia Tenggara, terutama di Dunia
Melayu-Indonesia. Dalam konteks ini, kita bisa dengan tepat menempatkan jurnal Al-Manar
yang secara signifikan memengaruhi wacana pembaruan Islam. Jurnal ini tidak
hanya memengaruhi secara langsung penyebaran pembaruan Islam lewat
artikel-artikelnya, tetapi yang tak kurang pentingnya juga merangsang
penerbitan jurnal dengan semangat yang sama di Asia Tenggara, terutama di
kawasan Melayu-Indonesia. Tulisan ini merupakan usaha awal untuk menggambarkan
dan mendiskusikan penyebaran pembaruan Islam ke Asia Tenggara, terutama di
kawasan Melayu-Indonesia melalui perangkat jurnal yang diterbitkan di wilayah
ini terutama Al-Imam di Singapura dan Al-Munir di Padang, Sumatra Barat, serta
jurnal-jurnal lain.[15]
Ada sedikit catatan singkat untuk Al-Manar. Telah umum diketahui bahwa tulang
punggung Al-Manar adalah tokoh pembaharu, Muhammad Rasyid Ridho. Karena
dipengaruhi secara kuat oleh Jamaludin Al-Afghani dan Muhammad Abduh (guru
pertamanya), yang ikut serta menerbitkan jurnal terkemuka, Al-‘Urwah
Al-Wutsqa’, Muhammad Rasyid Ridha menerbitkan majalahnya sendiri, Al-Manar
(tempat cahaya), yang terbit pertama kali pada 1898 di Kairo.dalam bentuk
majalah mingguan dan berikutnya majalah bulanan sampai berhenti terbit pada
1935. Tujuan penerbitan Al-Manar adalah mengartikulasikan dan menyebarkan
ide-ide pembaruan serta menjaga keutuhan umat Islam.[16]
F. PENUTUP
Sejarah islam di Asia Tenggara,
khususnya pada masa awal, luar biasa kacau dan rumit. Kekacauan dan kerumitan
itu bukan hanya disebabkan oleh kompleksitas di sekitar sosok islam itu sendiri
sebagaimana direfleksikan oleh kaum muslimin di kawasan ini, baik melalui
historiografi dan pengkajian-pengkajian sejarah Islam dengan berbagai aspeknya
di Asia Tenggara yang dilakukan kalangan sejarawan asing maupun pribumi. Mereka
pun hingga kini belum mampu merumuskan suatu paradigma historis yang dapat
dijadikan pegangan bersama. Terdapat perbedaan-perbedaan dasar di kalangan para
ahli dalam mengkaji Islam di Asia Tenggara, yang kadang-kadang sulit
dipertemukan satu sama lain. Mengenai tempat asal datangnya Islam
ke Asia Tenggara, sedikitnya ada tiga teori besar:
1. Teori yang menyatakan bahwa Islam
datang langsung dari arab, atau tepatnya Hadramaut.
2. Teori yang
mengatakan bahwa Islam datang dari India, pertama kali dikemukakan oleh
Pijnapel tahun 1872.
3. Teori Fatimi,
menyatakan bahwa Islam datang dari Benggali (kini Bangladesh).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Ibrahim, Islam
di Asia Tenggara perspektif sejarah, (Jakarta: LP3ES, 1989)
Azyumardi Azra,
Perspektif Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: yayasan obor Indonesia,
1989)
Azyumardi Azra,
Renaisans Islam Asia Tenggara, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999)
Saiful Muzani , Pembangunan dan
Kebangkitan Islam di Asia Tenggara.
Saifullah, Sejarah
dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010)
[1]. Ahmad Ibrahim, Islam di Asia Tenggara perspektif
sejarah, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 1
[2]. Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia
Tenggara, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), hlm. 3
[3] Ibid., hlm. 27
[4] Ibid., hlm.28
[5] Ibid.,
hlm.31
[6]. Ibid., hlm. 32
[7] Saifullah, Sejarah dan Kebudayaan
Islam di Asia Tenggara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm.11-12
[8] Azyumardi Azra,
Perspektif Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: yayasan obor Indonesia,
1989) hlm. 13
[9] Azyumardi Azra,
Renaisans Islam Asia Tenggara, hlm. 33
[10]
Marsal GS Hodgson, The Ventural
of Islam vol. II (Chicago: University of Chicago Pres, 1997), hlm. 548.
[11] Saiful
Muzani , Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, hlm.43-44
[12] Antony Reid,
Sejarah Modern Awal Asia Tenggara,( Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2004) hlm. 24-25.
[13]Saiful Muzani , Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia
Tenggara, hlm. 48
[14] Ibid., hlm.50-52
[15] Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, (Bandung:
Mizan, 2002), hlm. 183
[16] Ibid ., hlm. 184
Comments
Post a Comment